BAB
XIII
SUPERVISI
SEKOLAH
YANG
EFEKTIF
‘’Melakukan
sesuatu harus memulai dari sebuah perencanaan lebih karena dia lebih bermakna
dalam proses dan hasil’’
A.
Pendahuluan
Penelitian
dan pengembangan menuju terciptanya sekolah efektif dewasa ini sudah berevolusi
sejak munculnya laporan James Coleman dari Universitas Hopkins, Amerika Serikat
tahun 1966. Laporan Coleman ini dibuat berdasarkan survey yang dilakukannya
bersama beberapa kolega dari Universitas Vanderbilt bekerja sama dengan
Departemen Pendidikan Amerika. Coleman melaporkan bahwa sekolah-sekolah asuhan
Pendidikan Amerika Serikat sekali membawa dampak positif terhadap prestasi
peserta didik. Sementara itu, justru lingkungan keluarga yang sangat
berpengaruh bagi peningkatan prestasi peserta didik.
Untuk menuju sekolah
efektif pertama, perlu dijelaskan dahulu penggunaan kata ‘’efektif’’. Sebuah
tingkatan efektif maksudnya adalah apabila dapat mencapai tujuan objektif
spesifiknya. Jadi, agar efektif, suatu tindakan atau institusi harus mencapai
sesutu melalui tindakan yang disengaja. Artinya, sekolah efektif apabila telah
ditetapkan target dan kemudian dapat mencapai target tersebut.
Dalam hal ini, tentunya
ada perbedaan yang jelas antara efektivitas dan efisiensi. keduanya menyangkut
pencapaian, namun kata efisien juga mengandung pengertian produktivitas, yaitu
mencapai tujuan tanpa pemborosan sumber daya atau usaha. Dengan demikian, suatu
sekolah dapat saja efektif tetapi tidak efisien, karena sekolah mampu mencapai
tujuan, akan tetapi dengan biaya yang terlalu besar. Sebaliknya, sekolah dapat
bersifat efisien, tetapi tidak efektif, karena hemat dalam penggunaan sumber
daya, akan tetapi tidak mampu mencapai hasil yang telah ditargetkan sebelumnya.
Sejak pertengahan
dasawarsa 1970-an, telah muncul berbagai gerakan untuk menciptakan sekolah yang
efektif. Dalam hal ini, diakui bahwa sekolah merupakan salah satu lembaga
pendidikan yang memegang peranan penting dalam meningkatkan kualitas sumber
daya manusia. Kemampuan administrator sekolah untuk memahami berbagai
karakteristik sekolah sangat dituntut oleh adanya kompleksitas sekolah.
Berbagai
penelitian telah dilakukan mengenai sekolah yang efektif ini. Diantaranya
laporan Prof. James Coleman di Amerika Serikat tahun 1966 yang menyatakan bahwa
‘’Variabel lingkungan keluarga adalah hal terpenting dalam menjelaskan
keragaman tingkat prestasi bagi semua kelompok ras, kelompok daerah; fasilitas,
dan kurikulum sekolah merupakan variable dengan nilai kepentingan paling
kecil’’.
Laporan
merupakan salah satu survey yang komprehensif terhadap siswa meliputi ribuan
anak-anak dari setiap bagian Negara USA tersebut. Hal ini tentunya menyulut
kontroversial karena menganggap bahwa sekolah hanya memberikan sedikit pengaruh
dalam mendukung prestasi anak yang bebas dari latar belakangnya dan konteks
social umumnya.
Dengan
demikian, perlu adanya sekolah yang efektif, dan untuk itu, unsur administrasi
sangat penting karena administrasi pendidikan merupakan suatu proses
keseluruhan kegiatan bersama dalam bidang pendidikan, yaitu meliputi
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pelaporan, pengkoordinasian,
pengawasan, dan pembiayaan dengan menggunakan atau memanfaatkan fasilitas yang
tersedia, baik personal, material, maupun spiritual, untuk mencapai tujuan
pendidikan secara efektif dan efisien.
Perencanaan
salah satu aspek administrasi yang meliputi proses pengambilan keputusan
mengenai apa yang akan dilakukan sekolah di masa yang akan datang untuk
mencapai suatu tujuan sekolah yang telah ditetapkan sebelumnya. Perencanaan
sekolah yang efektif berarti menentukan tujuan yang harus dicapai oleh sekolah
tersebut, dengan menentukan program prioritas, dan menentukan sarana dan
prasarana yang diperlukan untuk mencapai tujuan, menentukan tenaga dan biaya
yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah dibuat oleh penyelenggara
sekolah tersebut.
Sekolah
yang efektif harus mempunyai langkah-langkah perencanaan yang meliputi:
1. mengumpulkan
dan mengolah data atau informasi untuk menentukan indikaror-indikator sekolah
yang berprestasi, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar sekolah.
2. Menganalisis
data yang ada sebagai masukan untuk menyusun perencanaan sekolah yang
berprestasi tersebut.
3. Merumuskan
kebijakan mengenai sekolah yang berprestasi tersebut.
4. Memprediksi
kebutuhan yang akan datang, baik terhadap input,
proses, maupun output sekolah,
yang diharapkan bisa memenuhi standar prestasi dan kualitas yang telah
ditentukan.
5. Menetapkan
sasaran dan alternative strategi yang dapat mendukung terwujudnya sekolah yang
berprestasi, baik dalam jangka panjang maupun dalam jangka pendek.
6. Memperhitungkan
anggaran yang dibutuhkan dalam rangka membiayai rencana yang akan dilaksanakan
oleh sekolah, dan mengetahui sumber-sumber pembiayaan sekolah, baik yang
berasal dari pemerintahan maupun masyarakat.
Pengorganisasian
merupakan suatu proses dalam mengelompokkan orang-orang, alat-alat,
tugas-tugas, wewenang dan tanggung jawab, sehingga secara bersama-sama dalam
berupaya mencapai tujuan yang telah ditetapkan pada perencanaan sebelumnya.
Artinya, suatu perencanaan sekolah tidak hanya menentukan tujuan, tetapi juga
merencanakan sekolah tidak hanya menentukan tujuan, tetapi juga merencanakan
bagaimana cara mencapainya. Dalam hal ini, organisasi pelaksanaan yang baik
tentu akan sangat menunjang dalam upaya mencapai tujuan terasebut.
Pengorganisasian pelaksanaan program sekolah ini sebaiknya dirancang dinamis
dengan memperhatikan factor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan
dari organisasi sekolah yang ada.
Setelah perencanaan dan
pengorganisasian dirancang dengan sebaik-baiknya, maka selanjutnya perlu
dilaksanakan operasionalisasinya agar dapat mencapai tujuan sekolah yang telah
ditetapkan. Dalam pelaksanaan ini, harus pula diidentifikasi hambatan dan
peluang yang mungkin ada, dengan mengidentifikasi hambatan dan peluang
tersebut, Diupayakan untuk mencari solusi pemecahan sehingga dengan demikian
dapat menjamin keberhasilan pelaksanaan rencana yang telah ditetapkan tersebut
dalam upaya mewujudkan sekolah yang efektif.
Pengkoordinasian
merupakan upaya untuk menggalang kerja sama diantara berbagai unsur yang
terlibat dalam melaksanakan rencana-rencana yang telah ditentukan untuk
mewujudkan sekolah yang efektif ini. Artinya, upaya mewujudkan hal ini bukan
hanya merupakan tanggung jawab kepala sekolah semata, tetapi juga merupakan
tanggung jawab semua komponen yang terlibat dalam sekolah, baik tanggung jawab
terhadap sumber daya fisik maupun sumber daya manusia (SDM).
Setelah adanya
perencanaan yang benar dan pelaksanaan yang tepat terhadap tugas-tugas kependidikan
disekolah, maka diperlukan adanya pengontrolan atau pengawasan untuk menentukan
apakah sasaran yang telah ditentukan, yang dalam hal ini bertujuan untuk
menciptakan sekolah yang efektif, sudah dapat diwujudkan atau belum.
Pengontrolan atau pengawasan
merupakan suatu proses untuk mengamati pelaksanaan kegiatan sekolah agar dapat
menjamin bahwa tujuan sekolah atau sasaran yang telah ditetapkan dapat atau
telah dilaksanakan dengan baik, dan disisi lain, dapat mencegah terjadinya
penyimpangan dalam pelaksaanan tersebut secara dini.
Ketika proses
pelaksanaan kegiatan sekolah tersebut dapat terlaksana dengan baik, maka
berarti pengontrolan atau pengawasan dapat berhasil melakukan tugasnya untuk
mewujudkan fungsi-fungsi pengawasan atau pengontrolan. Banyak hal yang dapat
diawasi pelaksanaannya dilapangan, apakah menyangkut tentang kinerja guru dalam
mengajar, tugas-tugas administratif, kemungkinan penyimpangan keuangan,
pengadaan sarana dan prasarana, evektifitas dan efesiensi pengajaran dikelas,
sistem penggajian, dan lain sebagainya.
Lebih lanjut, ada
sembilan variabel yang melekat pada sekolah yang efektif, yaitu:
1.
Tingkat kehadiran tenaga pendidik
(guru).
2.
Berbagai aktivitas guru yang telah
ditentukan.
3.
Antusiasme guru.
4.
Kepedulian guru terhadap pembelajaran
dan tingkat pencapainnya.
5.
Menghindari adanya ketitik yang ekstrim.
6.
Memberikan respon yang positif terhadap
para peserta didik.
7.
Adanya kesempatan yang diberikan kepada
para siswa untuk mempelajari materi sesuai dengan kriteria.
8.
Penggunaan komentar yang terstruktur
oleh para guru.
9.
Penggunaan tingkat kognitif, baik dalam
pertanyaan maupun diskusi.
Berkaitan dengan hal
diatas, karakteristik sekolah yang efektif dapat ditandai dengan:
a. Pelajaran
yang diberikan berorientasi kerja dengan waktu yang difokuskan pada persoalan
pokok, dan para guru bekerja dan merencanakan secara bersama-sama, serta adanya
administarasi yang baik.
b. Adanya
sistem imbalan yang resmi, penghargaan masyarakat, dan umpan balik langsung
bagi siswa yang berprestasi.
c. Para
siswa memiliki tanggung jawab atas masalah keseharian mereka disekolah.
d. Pekerjaan
rumah yang diberikan dapat diintegrasikan dan ditindaklanjuti.
e. Sekolah
yang efektif secara terbuka menekankan prestasi akademik dan siswa diharapkan
dapat bekerja keras dan mencapai keberhasialan.
f. Sekolah
yang efektif juga memiliki iklim dan etos kerja yang baik.
Richard hersh pada
tahun 1982 juga mengadakan penelitian mengenai karakteristik sekolah yang
efektif ini. Ia menemukan beberapa elemen yang dapat mendukung efektifitas
sekolah, yaitu:
1.
Adanya tujuan akademik yang jelas.
2.
Adanya tata tertib dan kedisiplinan.
3.
Adanya tingkat pengharapan yang tinggi.
4.
Adanya profesionalitas guru.
5.
Adanya pengembangan karir yang baik.
6.
Adanya tingkat insentif dan penghargaan
masyarakat.
7.
Adanya dukungan masyarakat.
8.
Adanya kepemimpinan administratif.
9.
Adanya waktu pembelajaran akademik yang
tinggi.
10.
Adanya monitoring terhadap pekerjaan
rumah yang diberikan kepada siswa.
11.
Adanya administrasi kurikulum yang baik.
12.
Adanya variasi strategis yang digunakan
guru dalam mengajar.
13.
Adanya responsibilitas para siswa.
Gerakan
menciptakan efektivitas sekolah ini dapat dilihat dari berbagai konteks,
yaitu:
a. Efektifitas
sekolah difokuskan sejauh mengenai sekolah, yaitu kelanjutan sekolah dan
persekolahan dalam bentuk terakhirnya dana dalam kerangka lembaganya yang ada
sekarang.
b. Efektivitas
sekolah berarti adanya ukuran hasil, yaitu berupa nilai prestasi standar yang
dicapai oleh siswa.
c. Perhatian
terhadap efektifitas sekolah telah muncul secara berdampingan dengan perhatian
terhadap produktivitas, efisiensi, dan keterukuran.
d. Efektivitas
sekolah biasanya melibatkan kegiatan evaluasi dan peninjauan ulang.
e. Efektivitas
sekolah memerlukan adanya penerapan kontrol dan adanya administrasi yang baik.
f. Efektivitas
sekolah dapat menyelenggarakan praktek mutakhir bukan membahas guncangan
perubahan sosial yang cepat dan datangnya ekonomi pasca industri.
Disamping itu, peranan
administrator juga turut menentukan terciptanya sekolah yang efektif. Hal ini
meliputi:
1.
Adanya kepemimpinan administratif yang
kuat, khususnya dalam proses pembelajaran.
2.
Adanya iklim yang kondusif dalam
pembelajaran, yaitu rasa aman dan kedisiplinan.
3.
Upaya sekolah yang ditekankan pada
pembelajaran untuk pencapaian keahlian secara mendasar.
4.
Para guru biasanya mengharapkan bahwa semua
siswa dapat memperoleh tingkat pencapaian yang sama dari berbagai latar
belakang.
5.
Adanya sistem monitoring dan penilaian
terhadap kinerja siswa dalam mencapai tujuan instruksional (pembelajaran).
Untuk menciptakan iklim
sekolah yang kondusif ini, ada bebrapa variabel yang harus diperhatikan, yaitu:
1.
Adanya kolaborasi perencanaan dan
hubungan kolega.
2.
Adanya perasaan kemasyarakatan.
3.
Adanya tujuan yang jelas dan tingkat
pengharapan yang tinggi.
4.
Adanya tata tertib dan disiplin yang
tinggi.
Dengan demikian, sekolah
yang efektif memiliki tuntunan terhadap berbagai aspek yang harus dibenahi dari
sistem persekolahan kita dewasa ini, yaitu meliputi visi dan misi sekolah,
pemahaman terhadap tujuan sekolah, kepemimpinan administrator, pemanfaatan
sumber daya dan prosedur untuk mendukung tujuan tersebut. Sekolah tidak akan
menjadi cukup berarti tanpa adanya administrasi yang tertata dengan baik.
B.
konsep efektivitas sekolah
Secara harapiah arti
kata “efektivitas” dan “sekolah”. Kata “Efektivitas” yang berasal dari kata
“efektif”, dalam kamus besar Bahasa Indonesia berarti ada pengaruh, akibat,
efeknya atau dapat membuahkan hasil dan mulai berlaku.
Sementara kata
“sekolah”adalah bangunan/ lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat untuk
menerima dan memberi pelajaran. Akan tetapi, Nawawi dalam segala mendefinisikan
“sekolah” adalah institusi atau lembaga pendidikan yang terikat akan norma dan
budaya yang mendukungnya sebagai suatu sistem nilai, bukan hanya tempat anak
berkumpul dan mempelajari sejumlah materi pengetahuan.
Weingatner, masih dalam
segala, mengartikan sekolah sebagai institusi yang spesifik dari seperangkat
fungsi-fungsi yang mendasar dalam melayani masyarakat. Segala sendiri juga
turut memberikan definisi sekolah yaitu sebagai kerja sama sejumlah orang yang
menjalankan seperangkat fungsi mendasar untuk melayani kelompok umur tertentu
dalam ruang kelas yang pelaksanaannya dibimbing oleh guru melalui kurikulum
yang bertingkat untuk mencapai tujuan instruksional dengan terikat akan norma
dan budaya yang mendukungnya sebagi suatu sistem nilai.
Efektivitas sekolah
terdiri dari dimensi manajemen dan kepemimpinan sekolah, guru, tenaga
kependidikan, personel lainnya, hasil nyatanya merujuk pada hasil yang
diharapkan bahkan menunjukan kedekatan atau kemiripan antara hasil nyata dengan
hasil yang diharapkan. Berikut beberapa pengertian mengenai sekolah efektif
dalam kartika.
1. Menurut
Komariah & Triatna (2004: 28), sekolah efektif sebagai sekolah yang
menetapkan keberhasialn pada input, proses, output, dan outcome yang ditandai
dengan berkualitasnya komponen-komponen system tersebut.
2. Menurut
Allan A. Glatthron (1990:2-17), Sekolah efektif adalah sekolah yang mempunyai
beberapa karakteristik yaitu: adanya Organizationl leadership (kepemimpinan
organisasi), curriculum leadership (kepemimpinan kurikulum), Supervisiory
leadership (pemimpin sebagai pengawas),dan management (manajemen).
Beberapa faktor yang
berhubungan dengan fungsi yang menjamin bahwa organisasi itu dapat mengadakan
pembaharuan dengan berorientasi pada pemecahan masalah. Pertama, nilai-nilai
budaya dan dukungan yang baik. Kedua, sekolah mempunyai misi yang jelas
Setelah
adanya perencanaan yang benar dan pelaksanaan yang tepat terhadap tugas-tugas
kependidikan disekolah, maka diperlukan adanya pengontrolan atau pengawasan
untuk menentukan apakah sasaran yang telah ditentukan, yang dalam hal ini
bertujuan untuk menciptakan sekolah yang efektif, sudah dapat diwujudkan atau
belum.
Pengontrolan
atau pengawasan merupakan suatu proses untuk mengamati pelaksanaan kegiatan
sekolah agar dapat menjamin bahwa tujuan sekolah atau sasaran yang telah
ditetapkan dapat atau telah dilaksanakan dengan baik, dan disisi lain, dapat
mencegah terjadinya penyimpangan dalam pelaksaanan tersebut secara dini.
Ketika
proses pelaksanaan kegiatan sekolah tersebut dapat terlaksana dengan baik, maka
berarti pengontrolan atau pengawasan dapat berhasil melakukan tugasnya untuk
mewujudkan fungsi-fungsi pengawasan atau pengontrolan. Banyak hal yang dapat
diawasi pelaksanaannya dilapangan, apakah menyangkut tentang kinerja guru dalam
mengajar, tugas-tugas administratif, kemungkinan penyimpangan keuangan,
pengadaan sarana dan prasarana, evektifitas dan efesiensi pengajaran dikelas,
sistem penggajian, dan lain sebagainya.
Lebih
lanjut, ada sembilan variabel yang melekat pada sekolah yang efektif, yaitu:
1.
Tingkat kehadiran tenaga pendidik
(guru).
2.
Berbagai aktivitas guru yang telah
ditentukan.
3.
Antusiasme guru.
4.
Kepedulian guru terhadap pembelajaran
dan tingkat pencapainnya.
5.
Menghindari adanya ketitik yang ekstrim.
6.
Memberikan respon yang positif terhadap
para peserta didik.
7.
Adanya kesempatan yang diberikan kepada
para siswa untuk mempelajari materi sesuai dengan kriteria.
8.
Penggunaan komentar yang terstruktur
oleh para guru.
9.
Penggunaan tingkat kognitif, baik dalam
pertanyaan maupun diskusi.
Berkaitan dengan hal
diatas, karakteristik sekolah yang efektif dapat ditandai dengan:
1.
Pelajaran yang diberikan berorientasi
kerja dengan waktu yang difokuskan pada persoalan pokok, dan para guru bekerja
dan merencanakan secara bersama-sama, serta adanya administarasi yang baik.
2.
Adanya sistem imbalan yang resmi,
penghargaan masyarakat, dan umpan balik langsung bagi siswa yang berprestasi.
3.
Para siswa memiliki tanggung jawab atas
masalah keseharian mereka disekolah.
4.
Pekerjaan rumah yang diberikan dapat
diintegrasikan dan ditindaklanjuti.
5.
Sekolah yang efektif secara terbuka
menekankan prestasi akademik dan siswa diharapkan dapat bekerja keras dan
mencapai keberhasialn.
6.
Sekolah yang efektif juga memiliki iklim
dan etos kerja yang baik.
Richard
hersh pada tahun 1982 juga mengadakan penelitian mengenai karakteristik sekolah
yang efektif ini. Ia menemukan beberapa elemen yang dapat mendukung efektifitas
sekolah, yaitu:
1.
Adanya tujuan akademik yang jelas.
2.
Adanya tata tertib dan kedisiplinan.
3.
Adanya tingkat pengharapan yang tinggi.
4.
Adanya profesionalitas guru.
5.
Adanya pengembangan karir yang baik.
6.
Adanya tingkat insentif dan penghargaan
masyarakat.
7.
Adanya dukungan masyarakat.
8.
Adanya kepemimpinan administratif.
9.
Adanya waktu pembelajaran akademik yang
tinggi.
10.
Adanya monitoring terhadap pekerjaan
rumah yang diberikan kepada siswa.
11.
Adanya administrasi kurikulum yang baik.
12.
Adanya variasi strategis yang digunakan
guru dalam mengajar.
13.
Adanya responsibilitas para siswa.
Gerakan
menciptakan efektivitas sekolah ini dapat dilihat dari berbagai konteks, yaitu:
a.
Efektifitas sekolah difokuskan sejauh
mengenai sekolah, yaitu kelanjutan sekolah dan persekolahan dalam bentuk
terakhirnya dana dalam kerangka lembaganya yang ada sekarang.
b.
Efektivitas sekolah berarti adanya
ukuran hasil, yaitu berupa nilai prestasi standar yang dicapai oleh siswa.
c.
Perhatian terhadap efektifitas sekolah
telah muncul secara berdampingan dengan perhatian terhadap produktivitas,
efisiensi, dan keterukuran.
d.
Efektivitas sekolah biasanya melibatkan
kegiatan evaluasi dan peninjauan ulang.
e.
Efektivitas sekolah memerlukan adanya
penerapan kontrol dan adanya administrasi yang baik.
f.
Efektivitas sekolah dapat
menyelenggarakan praktek mutakhir bukan membahas guncangan perubahan sosial
yang cepat dan datangnya ekonomi pasca industri.
Disamping
itu, peranan administrator juga turut menentukan terciptanya sekolah yang
efektif. Hal ini meliputi:
1)
Adanya kepemimpinan administratif yang
kuat, khususnya dalam proses pembelajaran.
2)
Adanya iklim yang kondusif dalam
pembelajaran, yaitu rasa aman dan kedisiplinan.
3)
Upaya sekolah yang ditekankan pada
pembelajaran untuk pencapaian keahlian secara mendasar.
4)
Para guru biasanya mengharapkan bahwa
semua siswa dapat memperoleh tingkat pencapaian yang sama dari berbagai latar
belakang.
5)
Adanya sistem monitoring dan penilaian
terhadap kinerja siswa dalam mencapai tujuan instruksional (pembelajaran).
Untuk
menciptakan iklim sekolah yang kondusif ini, ada bebrapa variabel yang harus
diperhatikan, yaitu:
1.
Adanya kolaborasi perencanaan dan
hubungan kolega.
2.
Adanya perasaan kemasyarakatan.
3.
Adanya tujuan yang jelas dan tingkat
pengharapan yang tinggi.
4.
Adanya tata tertib dan disiplin yang
tinggi.
Dengan
demikian, sekolah yang efektif memiliki tuntunan terhadap berbagai aspek yang
harus dibenahi dari sistem persekolahan kita dewasa ini, yaitu meliputi visi
dan misi sekolah, pemahaman terhadap tujuan sekolah, kepemimpinan
administrator, pemanfaatan sumber daya dan prosedur untuk mendukung tujuan
tersebut. Sekolah tidak akan menjadi cukup berarti tanpa adanya administrasi
yang tertata dengan baik.
B. konsep efektivitas sekolah
Secara
harapiah arti kata “efektivitas” dan “sekolah”. Kata “Efektivitas” yang berasal
dari kata “efektif”, dalam kampus besar Bahasa Indonesia berarti ada pengaruh,
akibat, efeknya atau dapat membuahkan hasil dan mulai berlaku.
Sementara
kata “sekolah”adalah bangunan/ lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat
untuk menerima dan memberi pelajaran. Akan tetapi, Nawawi dalam segala mendefinisikan
“sekolah” adalah institusi atau lembaga pendidikan yang terikat akan norma dan
budaya yang mendukungnya sebagai suatu sistem nilai, bukan hanya tempat anak
berkumpul dan mempelajari sejumlah materi pengetahuan.
Weingatner,
masih dalam segala, mengartikan sekolah sebagai institusi yang spesifik dari
seperangkat fungsi-fungsi yang mendasar dalam melayani masyarakat. Segala
sendiri juga turut memberikan definisi sekolah yaitu sebagai kerja sama
sejumlah orang yang menjalankan seperangkat fungsi mendasar untuk melayani
kelompok umur tertentu dalam ruang kelas yang pelaksanaannya dibimbing oleh
guru melalui kurikulum yang bertingkat untuk mencapai tujuan instruksional
dengan terikat akan norma dan budaya yang mendukungnya sebagi suatu sistem
nilai.
Efektivitas
sekolah terdiri dari dimensi manajemen dan kepemimpinan sekolah, guru, tenaga
kependidikan, personel lainnya, hasil nyatanya merujuk pada hasil yang
diharapkan bahkan menunjukan kedekatan atau kemiripan antara hasil nyata dengan
hasil yang diharapkan. Berikut beberapa pengertian mengenai sekolah efektif
dalam kartika.
1.
Menurut Komariah & Triatna (2004:
28), sekolah efektif sebagai sekolah yang menetapkan keberhasialn pada input,
proses, output, dan outcome yang ditandai dengan berkualitasnya komponen-komponen
system tersebut.
2.
Menurut Allan A. Glatthron (1990:2-17),
Sekolah efektif adalah sekolah yang mempunyai beberapa karakteristik yaitu:
adanya Organizationl leadership (kepemimpinan organisasi), curriculum
leadership (kepemimpinan kurikulum), Supervisiory leadership (pemimpin sebagai
pengawas),dan management (manajemen).
Beberapa
faktor yang berhubungan dengan fungsi yang menjamin bahwa organisasi itu dapat
mengadakan pembaharuan dengan berorientasi pada pemecahan masalah. Pertama,
nilai-nilai budaya dan dukungan yang baik. Kedua, sekolah mempunyai misi yang
jelas, untuk
1. Fokus
bersama dan jelas
2. Standar
dan harapan yang tinggi bagi semua siswa
3. Kepemimpian
sekolah yang efektif
4. Tingkat
kerja sama dan komunikasi inovatif
5. Kurikulum,
pembelajaran dan evaluasi yang melampaui standar
6. Frekuensi
pemantauan terhadap belajar dan mengajar tinggi
7. Pengembangan
staf pendidik dan tenaga kependidikan yang terfokus
8. Lingkungan
yang mendukung belajar
9. Keterlibatan
yang tinggi dari keluarga masyarakat
Apabila
dikaitkan antara kelima faktor sekolah efektif tersebut, tampak nyata bahwa
kelima faktor tersebut dalam tulisan ini juga dikenal sebagai dimensi-dimensi
mutu pendidikan. Dengan kata lain, dapat disebutkan bahwa sekolah efektif tidak
lain dan tidak bukan adalah juga sebutan untuk pendidikan yang bermutu.
Pendidikan yang bermutu tidak hanya prestasi siswanya mencakup keunggulan
akademik, tetapi juga non-akademik seperti keberhasilan dalam olahraga dan
peningkatan gairah belajar. Karena itu, ukuran keberhasilan prestasi siswa pun
bukan hanya dilihat berdasarkan hasil-hasil ujian berupa angka melainkan juga
aspek-aspek kognitif seperti kehadiran, partisipasi aktif dikelas, dan bahkan
angka drop out. Dan sekolah efektif
juga memerlukan dukungan orangtua dan masyarakat, yang diwadahi dalam lembaga
yang dikenal dengan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.
Menurut
David A. Squires, et.al. (1983) ciri-ciri sekolah efektif yaitu :
1. Adanya
standar disiplin yang berlaku bagi kepala sekolah, guru, siswa dan karyawan
disekolah
2. Memiliki
suatu keteraturan dalam rutinitas kegiatan dikelas
3. Mempunyai
standar prestasi sekolah yang sangat tinggi
4. Siswa
diharapkan mampu mencapai tujuan yang telah direncanakan
5. Siswa
diharapkan lulus dengan menguasai pengetahuan akademik
6. Adanya
penghargaan bagi siswa yang berprestasi
7. Siswa
berpendapat kerja keras lebih penting dari pada faktor keberuntungan dan meraih
prestasi
8. Para
siswa diharapkan mempunyai tanggung jawab yang diakui secara umum
9. Kepala
sekolah mempunyai program inservice, pengawasan, supervisi, serta menyediakan
waktu untuk membuat rencana bersama-sama dengan para guru dan memungkinkan
adanya umpan balik demi keberhasilan prestasi akademiknya.
Pendapat
Jaap Scheerens pada tahun 1992 tentang sekolah yang efektif, mempunyai lima ciri
penting yaitu :
a) Kepemimpinan
yang kuat
b) Penekanan
pada pencapaian kemampua dasar
c) Adanya
lingkungan yang nyaman
d) Harapan
yang tinggi pada prestasi siswa
e) Dan
penelitian secara rutin mengenai program yang dibuat siswa.
Edmons
pada tahun 1979, mengambarkan lima karakteristik sekolah efektif yaitu :
1) Kepemimpinan
dan perhatian kepala sekolah terhadap kualitas pengajaran
2) Pemahaman
yang mendalam terhadap pengajaran
3) Iklim
yang nyaman dan tertib bagi berlangsungnya pengajaran dan pembelajaran
4) Harapan
bahwa semua siswa minimal akan menguasai ilmu pengetahuan tertentu
5) Penilaian
siswa yang didasarkan pada hasil pengukuran hasil belajar siswa
Dilanjutkan
oleh Townsen ditahun 1994, mengidentifikasikan sekolah yang efektif adalah:
a) Penggunaan
standar tes
b) Pendekatan
reputasi
c) Penggunaan
evaluasi sekolah serta pengembangan berbagai aktifitas
Setiap
sekolah mempunyai komponen kelengkapan yang berbeda-beda. Sekolah yang
dikatakan efektif adalah pada proses belajar yang berlangsung secara aktif atau
ada keterlibatan berbagai pihak terutama siswa dan guru sebagai subjek belajar.
Ada beberapa komponen penting dalam menentukan keberhasilan sekolah yang
efektif yaitu pengaturan kelembagaan yang didasarkan pada prestasi dan
kenyamanan staf, perhatian terhadap kebutuhan, aspirasi dan karir staf,
pengembangan budaya sekolah dan manajemen modern yang didasarkan pada share,
care dan fair.
Adapun
ciri-ciri sekolah efektif dapat dilihat dari Tola dan Furqon dalam Kartika
sebagai berikut :
1. Tujuan
sekolah dinyatakan secara jelas dan spesifik
2. Pelaksanaan
kepeemimpinan pendidikan yang kuat oleh kepala sekolah
3. Ekspektasi
guru dan staf
4. Ada
kerjasama kemitraan antara sekolah, orangtua, dan masyarakat
5. Adanya
iklim yang positif dan kondusif bagi siswa untuk belajar
6. Kemajuan
siswa sering dimonitor
7. Menekankan
kepada keberhasilan siswa dalam mencapai keterampilan aktivitas yang esensial
8. Komitmen
yang tinggi dari SDM sekolah terhadap program pendidikan.
Banyak
dari beberapa ahli yang juga mencirikan keefektifan sekolah yang intinya tidak
jauh beda dengan tersebut diatas. Selain itu oleh Bank Dunia (2000),
mengidentifikasikan empat kelompok karakteristik sekolah efektif ditinjau dari
sebagai berikut :
a) Supporting inputs (
input dukungan) karakteristik yang ditinjau adalah perangkat-perangkat yang
turut menjelmakan sekolah efektif ditinjau dari dukungan sistem sekolah.
Dukungan-dukungan itu datang dari kelompok siswa, guru, staf lain, masyarakat,
sistem penyelenggaraan pendidikan, sumber daya material.
b) Enabling conditions
( kondisi yang memungkinkan ) merupakan kondisi yang membuat sekolah efektif
itu mungkin akan terwujud dengan kondisi yang diciptakan oleh lingkungan atau
sistem sekolah.
c) School Climate
( iklim sekolah ) merupakan indikator sekolah efektif yang menentukan pada keberadaan
rasa menyenangkan dari suasana sekolah, bukan saja dari kondisi fisik, tetapi
keseluruhan aspek internal organisasi.
d) Teaching Learning Process
( proses pengajaran guru ) pada sekolah efektif, strategi belajar mengajar
dipusatkan pada aktivitas siswa karena tanggungjawab belajar siswa. Untuk itu
guru perlu memberikan dorongan kepada siswa untuk menggunakan otoritasnya dalam
membangun ide dan menciptakan situasi yang mendorong prakarsa, motivasi, dan
tanggungjawab siswa untuk belajar sepanjang hayat.
Konsep
sekolah efektif itu sendiri sudah lama dikenal didunia pendidikan di indonesia
sejalan dengan adanya perubahan cara berfikir ( pradigma ) pelaksanaan
pendidikan / pembelajaran secara mendasar, dari cara berfikir konvensional ke
cara berfikir modern dan maju, berdasarkan hasil riset dibidang pendidikan.
Pilar-pilar / ciri / karakteristik Sekolah Efektif utamanya untuk memberikan
wawasan pengetahuan yang utuh tentang kedudukan, tugas, peran dan fungsi
sekolah sebagai agen pembaharuan, pelayanan, peningkatan mutu sumber daya
manusia, dan sebagai bagian tak terpisahkan dari masyarakat secara keseluruhan.
Kata kuncinya terletak pada bagaimana upaya setiap warga sekolah dapat
mendukung terwujudnya pelaksanaan pendidikan dan pembelajaran secara
berkualitas melalui pemberdayaan berbagai komponen penting yang terdapat
disekolah dan di lingkungan masyarakat sekitar sekolah.
Oleh
karena itu, penulis simpulkan bahwa, sekolah efektif adalah sekolah yang
memiliki standar pengelolahan yang baik, transparan, responsibel dan akuntabel,
serta mampu memberdayakan setiap komponen penting sekolah, baik secara internal
maupun eksternal, dalam rangka pencapaian visi – misi – tujuan sekolah secara
efekif dan efesien. Telah banyak upaya yang dilakukan untuk menjadikan sekolah dapat
memenuhi peran, tugas dan fungsinya sebagai agen pembaharuan, agen pelayanan
masyarakat, dan agen pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas. Banyak
diantaranya yang sudah berhasil, tapi ada jumlah yang lebih banyak lagi yang .
tidak atau kurang berhasil.
Sebagai
sebuah sistem, sekolah memiliki komponen inti yang terdiri dari input, proses, output.
Ketiga komponen tersebut dapat tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena
merupakan satu kesatuan utuh yang saling terkait,terkait,mempengaruhi,membutuhkan
dan menentukan.
Input
sekolah adalah segala masukan yang dibutuhkan sekolah untuk terjadinya pemerosesan
guna mendapatkan output yang diharapan. Input sekolah antara lain manusia
(man), uang (money), msterial atau bahan-bahan (materials),metode-metode
(methods), dan mesin-mesin (machine). Input sekolah meliputi :
1. Manusia
( man ) yang dibutuhkan sebagai
masukan proses pendidikan adalah siswa sebagai bahan utama atau bahan mentah
(raw input). Untk menghasilkan manusia seutuhnya diperlukan input manusi yang
memiliki potensi untuk dididik,dilatih,dibimbing,dan dikembangkan menjadi
manusia seutuhnya.
2. Uang
( money ) merupakan masukan yang
melancarkan pemorosesan raw input, walaupun bukan yang paling esensial tetapi
tidak ada uang maka perwujudan manusia seutuhnya diragukan. Kedudukan uang
dalam input pendidikan sangat penting untuk membiayai semua program yang telah
ditetapkan. Keungan sekolah berasal dari pemerintah,masyarakat,dan orangtua
atau wali.
3. Bahan
– bahan (materials) adalah bahan
fisik yang diperlukan untuk menunjang terjadinya proses pembelajaran disekolah
guna membentuk siswa seutuhnya. Bahan – bahan atau barang – barang tersebut
adalah berupa sarana dan prasarana, alat – alat pendidikan, dan sumber
pendidikan.
4. Metode
(methods) Yaitu metode pembelajaran
atau cara – cara, teknik, dan strategi yang dikembangka sekolah dalam
melaksanakan proses pendidikan.
5. Mesin
(machine) adalah seperangkat yang
mendukung terjadinya proses pembelajaran, dapat berupa teknologi, computer,
radio, televise, mobil, atau media – media yang menggunakan teknologi.
Input
disini dapat di kategorikan menjadi dua yaitu input sumber daya dan input
manajemen atau kepemimpinan. Input sumber daya meliputi sumber daya manusia
(terdiri dari kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan lainnya) dan sumber
daya lain (terdiri dari uang, peralatan, perlengkapan, bahan, bangunan, dan
lainnya). Input manajemen adalah input potensial bagi pembentukan sistem yang
efektif dan efesien.
Proses
penyelenggaraan sekolah merupakan kiat manajemen sekolah dalam mengelola
masukan – masukan agar tercapai tujuan yang telah ditetapkan (output sekolah). Proses berlangsungnya
sekolah pada intinya adalah berlangsungnya pembelajaran yaitu terjadinya
interaksi atara siswa dengan gruru yang didukung oleh perangkat lain sebagai
bagian dari proses pembelajaran. Daya dukung tersebut adalah satu kesatuan aksi
yang menciptakan sinergi proses belajar mengajar yaitu (1) Proses kepemimpinan
yang menghasilkan keputusan – keputusan kelembagaan, pemotivasian staf, dan
penyebaran inovasi; (2) Proses manajemen yang menghasilkan aturan – aturan
penyelenggaraan, pengelolaan kelembagaan, pengelolaan program, pengkoordinasian
kegiatan, memonitoring, dan evaluasi.
Output
dari aktivitas sekolah segala sesuatu yang kita pelajari disekolah yaitu
seberapa banyak yang dipelajari dan seberapa baik kita mempelajarinya. Output
sekolah yaitu berupa kelulusan siswa, siswa yang lulus dengan sangat baik dan
siswa yang lulus dengan biasa – biasa saja. Output sekolah berfokus pada siswa
yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan. Output sekolah adalah lulusan
yang berguna bagi kehidupan yang bermanfaat bagi dirinya, keluarga, dan
lingkungannya. Artinya, lulusan semacam ini mencakup outcome. Outcome pada
pendidikan dasar dan menengah adalah siswa yang dapat melanjutkan pendidikannya
ke jenjang yang lebih tinggi, sedangkan jika tidak melanjutkan maka dalam
kehidupannya dapat mencari nafkah dengan bekerja kepada orang lain atau
mandiri, hidup layak, dapat bersosialisasi, dan bermasyarakat.
D. Konsep Sekolah Efektif.
Adanya
arus globalisasi berpengaruh terhadap pengembangan sekolah. Sekolah yang hanya
memelihara keadaan stabil tanpa ngin merespon berbagai gejolak dan pengaruh
eksternal pada akhirnya akan berhadapan dengan keadaan yang tidak
menguntungkan. Hanya sekolah yang berkualitas saja yang mampu eksis dalam
persaingan global. Sebagai upaya
peningkatan pendidikan, lembaga pendidikan khususnya perguruan tinggi harus
melakukan berbagai langkah penataan baik internal maupun eksternal. Salah satu
upaya yang dapat dilakukan adalah perbaikan atau pembenahan di bidang
manajemen, salah satu aspek penting dalam penyelenggaraan pendidikan yang
kurang mendapat perhatian jika di banding dengan aspek – aspek lainnya.
Salah
satu konsep perbaikan input, proses, dan output yang berkualitas adalah TQM.
TQM diartikan sebagai manajemen kualitas secara total dimana merupakan
pendekatan yang sistematis, praktis, dan strategis bagi penyelenggaraan
pendidikan yang mengutamakan kepuasan pelanggan yang bertujuan meningkatkan
mutu (Sallis, 1993:35 dalam Komariah & Triatna, 2004:29). TQM
mengimplikasikan komitmen untuk menjadi yang terbaik dan memberikan produk
kualitas tinggi dan layanan yang memungkinkan serta memenuhi dan melampaui
harapan pelanggan. TQM menuntut orang mau bekerja sebaik mungkin dan
manajemen harus memberikan fasilitas
agar mereka dapat bekerja sebaik mungkin dengan cara memperbaiki system tempat
mereka bekerja.
Pencapaian
tingkatan kualitas bukan merupakan hasil penerapan cara instan jangka pendek
untuk meningkatkan daya saing, akan tetapi pengimplementasian TQM mensyaratkan
kepemimpinan yang kontinu. Setiap organisasi memiliki pemimpin, begitu juga
dalam suatu organisasi pendidikan. Tujuan dari kepemimpinan dalam suatu
organisasi adalah untuk memperbaiki kinerja sumber daya manusia, untuk
meningkatkan output, dan secara simultan memberikan kebanggaan atas kecakapan
kerja bawahan. Pimpinan harus mengubah dirinya terlebih dahulu baik dari aspek
nilai, keyakinan, asumsi maupun cara mereka menjalankan roda organisasi. Tolok
ukur bagi jaminan kualitas pendidikan lebih diapresiasikan sebagai sekolah
efektif, dimana berbicara efektivitas sekolah tidak dapat dipisahkan dengan
mutu sekolah. Mutu sekolah adalah mutu semua komponen yang ada dalam system
pendidikan, artinya efektivitas sekolah tidak hanya di nilai dari hasil semata,
tetapi bersinergi dengan berbagai komponen dalam mencapai tujuan yang
ditetapkan dengan mutu.
Aspek
terpenting dan menjadi landasan bergerak dalam pengelolaan pendidikan menuju
sekolah efektif adalah “semua anak dapat belajar”. Dalam hal ini sekolah
berarti wahana yang menyediakan tempat yang terbaik bagi anak untuk belajar (a place for better learning), dimana
semua upaya manajemen dan kepemimpinan yang terjadi di sekolah diarahkan bagi
usaha membuat seluruh peserta didik belajar.
Pada
sekolah efektif, strategi belajar mengajar dipusatkan pada aktivitas siswa
karena tanggungjawab belajar siswa. Untuk itu guru perlu memberikan dorongan
kepada siswa untuk menggunakan otoritasnya dalam membangun ide dan menciptakan
situasi yang mendorong prakarsa, motivasi, dan tanggungjawab siswa untuk
belajar sepanjang hayat.
Selanjutnya,
penulis memaparkan kepemimpinan sekolah yang efektif. Kepemimpinan merupakan
aspek penting dalam system sekolah. Kepemimpinan merupakan faktor penggerak
organisasi melalui penanganan perubahan dan manajemen yang dilakukannya
sehingga keberadaan pemimpin bukan hanya sebagai symbol yang ada atau tidaknya,
tidak menjadi masalah tetapi keberadaannya memberi dampak positif bagi
perkembangan organisasi.
Terdapat
tiga jenis kepemimpinan yang diapandang representatif bagi penyelenggaraan
sekolah efektif, yaitu:
1.
Kepemimpinan Transaksional; Kepemimpinan
yang menekankan pada tugas yang diemban bawahan. Pemimpin adalah seorang yang
men-design pekerjaan besar beserta mekanismenya, dan staf adalah orang yang
melaksanakan tugas sesuai dengan kemampuan dan keahlian.
Kepemimpinan transaksional lebih difokuskan pada
perannya sebagai manajer karena ia sangat terlibat dalam aspek – aspek
procedural manajerial yang metodologis dan fisik. Tidak mengembangkan pada
hubungan laissez-fair. Pola hubungan yang dikembangkan adalah berdasarkan suatu
sistem timbal balik/ transaksi yang sangat menguntungkan atau mutual system of reinforcement.
2.
Kepemimpinan Transformasional; Suatu
proses yang pada dasarnya para pemimpin dan pengikut saling menaikkan diri ke
tingkat moralitas dan motivasi yang lebih tinggi. Pemimpin transformasional
adalah pemimpin yang memiliki wawasan jauh kedepan dan berupaya memperbaiki dan
mengembangkan organisasi bukan untuk saat ini tapi di masa yang akan datang
sehingga dikatakan sebagai pemimpin yang visioner. Juga merupakan agen
perubahan dan bertindak sebagai katalisator yaitu yang memberi peran mengubah
system kearah yang lebih baik.
3.
Kepemimpinan visioner; Kemampuan
pemimpin dalam menciptakan, merumuskan, mengkomunikasikan atau
mensosialisasikan atau menstrasformasikan, dan mengimplementasikan pemikiran –
pemikiran ideal yang berasal dari dirinya atau sebagai hasil interaksi social
diantara organisasi yang diyakini sebagai cita – cita organisasi di masa depan
yang harus diraih atau diwujudkan melalui komitmen semua personel.
Adapun
cirri – cirri pemimpin yang berkualitas yaitu:
a.
Memiliki integritas pribadi
b.
Memiliki antusiasme terhadap
perkembangan lembaga yag dipimpinnya
c.
Mengembangkan kehangatan, budaya dan
iklim organisasi
d.
Memiliki ketenangan dalam manajemen
organisasi
e.
Tegas dan adil dalam mengambil tindakan
atau kebijakan kelembagaan
Selain cirri – cirri visionary leadership melakukan langkah –
langkah strategis mentrasformasikan berbagai inovasi kepada stakeholders
melalui pemberdayaan staf dan menciptakan suatu system kepemimpinan demokrasi
yang memiliki visi organisasi sebagai rumusan yang dimiliki bersama.
E. Membangun Sekolah Efektif
Pertama – tama perlu dipahami bahwa
membangun sekolah efektif di Indonesia mesti dilihat dalam skala nasional,
paling tidak karena tiga alasan fundamental berikut. Pertama, Indonesia
dibangun berdasarkan unity in diversity (persatuan
dalam keanekaragaman suku, bahasa, agama, dan ras) bukan dibangun atas unity in uniform (persatuan dalam
keseragaman agama, misalnya). Kedua, pembangunan di sector pendidikan selama
lebih kurang 35 tahun pada era Suharto belum bias dikatakan berhasil dengan
memuaskan, terbukti dengan temuan United
Nations Development Programme (UNDP) bahwa mutu sumber daya manusia (SDM)
Indonesia sampai tahun 2000 berada pada tingkat 109. Mutu SDM ini didukung oleh
hasil survai The Political and Economic
Risk Consultancy (PERC) bahwa sistem pendidikan Indonesia (sebelum
menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah- MBS) berada pada tingkat ke-12 dari 12
negara. Karena itu, pemerintah segera membentuk Komisi Nasional Pendidikan
(KNP) tahun 2001 untuk memberikan rekomendasi kepada pemerintah mengenai model
manajemen pendidikan yang efektif untuk meningkatkan kualitas SDM termasuk
perbaikan sekolah. Inilah cerita awal mengenai kebijakan desentralisasi
pendidikan di Indonesia dan diterapkannya MBS secara wajib di Indonesia.
Ketiga, konsep sentralisasi dan desentralisasi tidak boleh dilihat secara
terpisah, tetapi dilihat dalam rentangan waktu yang sama. Di belahan dunia mana
pun, tidak ada yang menerapakan 100% sentralisasi dan 100% desentralisasi
karena bisa menyebabkan disintegrasi bangsa dan sikap-sikap anarki dan
ketergantungan yang tinggi.
Berhubungan dengan ketiga hal di
atas, efektivitas dan perbaikan sekolah bukan semata-mata persoalan sekolah, orang tua, dan peserta
didik semata, melainkan persoalan nasional. Karena itu, mengembangkan sekolah
yang efektif tidak pernah terpisahkan dari peran pemerintah pusat untuk
menyediakan tujuan pendidikan nasional yang nyata lewat npengembangan kurikulum
dan buku-buku teks ; kontrol pemerintah berkaitan dengan standardisasi
pendidikan yang ditentukan ; dan dukungan pemerintah berkaiatan dengan waktu
yang disediakan untuk mengadakan perbaikan, dukungan finansial, dan sumber daya
manusia.
Lalu, dengan school resourse (Sumber daya sekolah ; sumber daya manusia, dana,
fasilitasi sekolah, kurikulum sekolah, manajemen sekolah, dan hal-hal lain yang
mendukung kualitas sekolah ) yang ada, misalnya block grants, sebut saja dana Bantuan Operasional Sekolah yang
dimulai sejak tahun 2001 sampai 2005, dana dekonsentrasi untuk rehabilitasi
gedung sekolah tahun 2006, dewan sekolah diberi wewenang sungguh-sungguh untuk
mengambil keputusan mengenai ; pemilihan buku teks ; anggaran dan pelaksanaan
pembangunan dan renovasi gedung sekolah. Lebih bagus lagi kalau perekutan guru
dan kepala sekolah menjadi wewenang sekolah. Bukan lagi pemerintah. Selain itu,
beriringan dengan program-program pelatihan kepemimpinan dan manajemen sekolah
yang diinsiatif pemerintah dan/ atau kerja sama pemerintah dengan lembaga
internasional, sekolah mesti benar-benar diberi kuasa, otoritas, dan tanggung
jawab untuk menyusun misi, visi, tujuan dan program-program sekolah yang lebih
nyata dalam upaya peningkatan prestasi siswa.
Beriringan dengan itu, pemerintah daerah
(Pemda) baik provinsi maupun kebupaten jangan sampai mengintimidasi kemandirian
sekolah dalam menentukan, melaksanakan dan mengevaluasi segala otoritas dan
tetap setia pada tugasnya untuk menjadi fasilitator sekolah, misalnya dalam
konteks pengalokasian block grant
dari dana dekonsentrasi yang secara otomatis menjadi tanggung jawab pemerintah
provinsi dalam konteks administratif. Sejalan dengan pemda, pemerintah pusat
perlu lebih konsentrasi lagi mengurus tujuan pendidikan nasional, standardisasi
dan evaluasi nasional, sistem akreditasi, dan yang paling penting soal alokasi
dana dan sumber daya laiannya yang merata.
Model Sekolah Efektif dalam Konteks
Pendidikan Di Indonesia. Sejenak melihat realitas menajemen sekolah di
indonesia sampai akhir tahun 1990-an, pernyataan anda mungkin sama seperti
Coleman bahwa sekolah-sekolah yang ada hanya memberikan sedikit sumbangan
terhadap peningkatan prestasi siswa karena berbagai alasan. Misalnya para
kepala sekolah hanyalah perpanjangan tangan birokat. Mereka hanya bertanggung
jawab terhadap birokat yang membebaninya dengan berbagai tugas administratif
dengan imbalan insentif yang minim. Para kepala sekolah cenderung otoriter
dalam mengambil kepetusuan sekolah. Jangankan menggugah orangtua dan masyarakat
untuk berpartisipasi dalam mengambil keputusan di sekolah, melibatkan mereka
saja tidak pernah. Guru-guru juga tidak profesional dalam mengajar, tapi ngotot
mendesak pemerintah agar gajinya naik.
Pemerintah sangat adil dan benar
mewajibkan para guru untuk lulus sertifikasi dulu baru diberi imbalan setimpal.
Betulkah demikian ? kalau betul, mengapa demikian dan siapa yang paling
bertanggung jawab ? tak dapat disangkal bahwa orangtua, lingkungan keluarga,
aspek-aspek kehidupan sosial, sistem pendidikan yang efektif, dan lingkungan
belajar-mengajar di sekolah sungguh berpengaruh besar terhadap peningkatan
prestasi peserta didik. Secara khusus, rumah dan sekolah merupakan dua mata
rantai yang tak terpisahkan dalam upaya peningkatan prestasi siswa.
Persoalannya, dalam konteks pendidikan kita di indonesia, sejauh mana
pemerintah dengan sungguh mendukung kemitraan (partnership) rumah dan sekolah ?
bagaimana terciptanya kolaborasi antara rumah dan sekolah melalui konsep
partnership dapat menciptakan lingkungan belajar-menagajar yang lebih sehat
sehingga prestasi anak didik pun meningkat ?
Berkaitan dengan persoalan pertama,
kita boleh berbesar hari karena sesuai Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional
Nomor 20 tahun 2003 dan panduan Menteri Pendidikan Nasional yang dikeluarkan
tahun 2002 dan 2004 untuk Dewan Pendidikan di tingkat Kabupaten/Kota dan Komite
Sekolah di level sekolah, Pemerintah pusat sudah menyerahkan kuasa, wewenang,
dan tanggung jawab ke tingkat sekolah dalam pengambilan keputusan yang
berkaitan dengan kebutuhan sekolah itu sendiri dan sekolahlah yang paling dekat
dengan peserta didik. Merekalah orang yang tepat dalam mengambil berbagai
keputusan penting di sekolah. Untuk itu, pemerintah pusat harus mengalokasiakan
dana hibah block grant langsung ke
sekolah untuk tujuan efisiensi dan efektivitas. Langkah ini sering sejalan
dengan banyak hasil penelitian di banyak negara bahwa pelimpahan wewenang ke
sekolah dapat mengingkatkan rasa memiliki terhadap sekolah (owership) pada
seluruh komunitasi sekolah dan masyarakat, partisipasi orangtua dan masyarakat
perlahan-lahan meningkat dan komitmen guru, kepala sekolah, orang tua dan
masyarakat terhadap perbaikan di sekolah dapat diperbaiki untuk mendorong
terciptanya semangat dan prestasi belajar anak didik. Realitas inilah yang
disebut dengan reformasi sekolah. Sagal juga memberikan gambaran model
organisasi sekolah yang efektif dalam sajian table berikut :
Model Organisasi sekolah efektif
No
|
Indikator
|
Keefektifan sekolah ( Effectivie School)
|
1
|
Definisi
|
Sekolah yang
siswanya mencapai hasil belajar dengan baik sebagaimana dibuktikan dengan
angka hasil tes yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya dalam bidang
kecakapan dasar seperti, bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam dan ilmu
pengetahuan social
|
2
|
Dasar
riset
|
Penelitian
tentang kefektifan sekolah secara tipikal telah dilakukan di sekolah-sekolah
dasar perkotaan oleh para ahli di Amerika misalnya, Weber (1971) dan Emdon (
1979) telah meneliti bahwa sekolah yang efektif dapat dilihat dari tes
pelajaran membaca dan matematika. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
sekolah yang efektif diidentifikasikan dalam lima hal yaitu : (1) pengelolaan
manajemen belajar dengan baik (2) metode dan perilaku mengajar yang fun (3)
penerapan kurikulm pengajaran yang tepat (4) perilaku kepala sekolah yang
mendukung dan (5) sikap guru yang mendukung penuh program sekolah
|
3
|
Filosofi
|
Riset
keefektifan sekolah, baik di perkotaan maupun di pedesaan, sangat diperlukan
untuk memperluas dan memperkuat komitmen dalam memberi kesempatan pendidikan
yang baik kepada masyarkat miskin dan pedesaan. Secara filosofis, diasumsikan
bahwa seluruh siswa dapat mempelajari dasar-dasarnya jika modelnya
diimplementasikan secara tepat.
|
4
|
Tujuan
–tujuan
|
Tujuan
sekolah efektif difokuskan pada sasaran pengajaran yang rinci. Dasarnya
menekankan pada belajar kognitif yang mencakup permasalahan disiplin belajar
siswa.
|
5
|
Susunan
pendidikan
|
Susunan pendidikan yang efektif diterima di
dsekolah adalah aliran kerja mengajarkan secara ketat yang menggabungkan
sasaaran dengan kurikulum dan model pengajaran dengan pengujian
|
6
|
Ajaran
|
Gabungan
yang standar dan kuat dari tujuan dan sasaran, kurikulum, pengajaran dan
pengujian akan menghasilkan pengajaran yang disukai dan paling baik.
|
7
|
Supervisi
dan evaluasi
|
Supervisi
dan evaluasi pelaksanaan tugas mengajar dilaksanakan untuk menjawab dua
pertanyaan mendasar, yaitu pada batasan mana sebaiknya guru
mengimpelmentasikan dan melaksanakan model pengajaran dan bagimana siswa
mencapai hasil belajar
|
8
|
Kepemimpinan
|
Kepemimpinan instruksional kepala sekolah
merupakan pemimpin pengajaran yang memiliki pandangan kuat terhadap
pengajaran.
|
9
|
Hasil-hasil
|
Indikator sekolah yang efektif khusunya
lingkungan perkotaan antara lain : (1) kemampuan dasar dan belajar siswa dapat
dibuktikan dengan angkat yang tinggi dari hasil tes pencapaian kecakapan
dasar (2) terhindar dari pola ajaran yang sangat birokratis (3) mendefiniskan
secara cermat program belajar dengan aturan yang lenih luwes tetapi
konsisten.
|
Namun demikian, reformasi sekolah
ini bukan tanpa tantangan. Pertama kepala sekolah sebagai pemimpin dan manajer
sekolah mesti paham dengan situasi baru ini. Agar ia tidak sendirian memikul
tanggung jawab yang dilimpahkan pemerintah pusat, ia perlu memupuk sebuah
proses pengambilan keputusan partisipastif dan partnership dengan berbagai
komponen di sekolah dan masyarakat luas. Untuk itu, Komite sekolah yang
merupakan lembaga perwakilan komunitas sekolah (kepala sekolah, staf sekolah
baik staf pengajar maupun staf administrasi, orangtua, murid, dan siswa) serta
masyarakat luas termasuk tokoh masyarakat, aktivis pendidikan, ahli pendidikan,
aktivis LSM,
Dan
bahkan alumni. Sampai disini, jelaslah bahwa kejelasan peran pemerintah dan
patnership di sekolah melalui pengembangan Komite sekolah didukung peran kepem
Sejalan dengan otonomi daerah yang
diberlakukan sejak Januari 2001, pendidikan dasar dan menengah juga diserahkan
pengelolaanya kepada daerah. Pemerintah daerah memang belum memiliki pengalaman
mengelola sekolah secara komprehensif. Ada daerah yang mencerminkan sikap
pesimisme dan juga ada yang mencerminkan sikap yang amat optimistik dalam
menyambut otonomi dalam bidang pendidikan. Bagi daerah yang pesimistik, hal ini
terjadi sebagai akibat Dana Alokasi Umum kecil dibandingkan dengan kebutuhan
daerah untuk mengaji guru pegawai negeri
lain yang sudah didaerahkan. Karena pesimisnya bahkan ada Bupati yang
dengan lugas “bercita-cita untuk mengembalikan sebagian guru ke pemerintah
pusat. Hal ini terjadi kebanyakan di daerah dalam Jawa. Sebaliknya, pemerintah
Daerah yang optimistik saat ini telah mampu membuat rancangan anggaran untuk
meningkatkan pendidikan di daerahnya masing-masing melalui Pendapatan Asli
Daerah yang amat signifikan jumlahnya. Keadaan ini dapat terjadi karena daerah
yang bersangkutan memiliki cukup sumber alam berupa komoditas primer yang dapat
dijual untuk kepentingan itu. Apapun sikap daerah, the show must go on. Artinya, pendidikan memang harus segera
ditangani dengan berbagai kendala yang mungkin ada di daerah masing-masing
secara otonom.
Dalam otonomi pendidikan, sebenarnya
terbuka peluang yang cukup besar untuk membuat pendidikan didaerah menjadi
lebih berkualitas. Hal ini terjadi karena Bupati kepala daerah saat ini memiliki kewenangan
yang penuh dalam menentukan kualitas sekolah didaerahnya masing-masin lalu
sistem rekrutmen guru, rekrutmen siswa, pembinaan profesionalisme guru,
rekrutmen kepala sekolah penentuan evaluasi, dan sebagainya. Jadi dalam era
otonomi, berbicara tentang kualitas pendidikan dasar dan menengah tinggal
tergantung pada maunya daerah. Jika kita mememinjam terminologi school based
management, kualitas pendidikan untuk masa yang akan datang lebih bergantung
pada, komitmen daerah untuk merumuskan visi dan misi di daerahnya masing-masing. Jika daerah cukup visioner,
pengembangan sektor pendidikan akan memiliki peluang yangbesar untuk dapat
memenuhi standar kualiatas sesuai dengan para stakeholders. Manakala pemerintah
daerah memiliki political will yang kuat dan kemudian disertai dengan kebijakan
yang mengedepankan arti penting pendidikan sebagai uapaya human investmentdi
daerah, dapat dipastikan pendidikan si daerah itu akan memiliki praktis yang
baik, dan akan demikian kualitas pendidikan akan dapat ditegakkan.
Sebaliknya, manakala pemerintah
daerah memandang pendidikan tidak penting, sehingga visi dan misi pendidikan di
daerah itu tidak dirumuskan secara jelas dan dengan demikian tidak dapat
diderivikasikan menjadi praksis pendidikan yang solid, mudah ditebak bahwa
pendidikan di daerah itu akan tidak baik. Jika hal ini terjadi, praksisi
pendidikan akan berjalan secara tidak profesional. Sekolah-sekolah dikelola
dengan secara tidak efektif. Akhirnya berbicara visi dan misi di
sekolah-sekolah berubah menjadi sesuatu yang dipandang terlalu mewah. Kondisi
seperti ini akan mendorong para praktisi pendidikan di daerah kehilangan arah
dalam menjalankan fungsinya secara profesional.
Membangun budaya sekolah agar suatu
sekolah menjadi sekolah afektif merupakan tantangan bagi daerah dalam menangani
otonomi pendidikan. Semasa sentralisasi pendidikan, sekolah-sekolah dikelola
tanpa memperhatikan efektivitas suatu sekolah. Bahkan ada tolak ukur yang amat
trivial, dan sebenarnya misleading bagi proses pendidikan di sekolah, yaitu
pencapaian prestasi sekolah yang selalu dikaitkan dengan NEM. Akibatnya segala
daya yang dimiliki sekolah dikerahkan sedemikian rupa agar di sekolah-sekolah
dibawah daerah kekuasaan kantor wilayah dapat mencapai NEM yang tinggi.
Proyek-proyek perbaikan kualitas sekolah juga memiliki parameter peningkatan
NEM. Masyarakat juga semangat menikmati kebijakan itu, sehimgga jika seorang
anak memiliki NEM yang tinggi orantua anak yang bersangkutan sanagat bangga
tanpa memperdulikan kerusakan aspek efektif pada dirri anak. Pendek kata NEM
telah dituhankan di republik ini dalam kurun waktu yang cukup lama.
Dalam era otonomi pendidikan keadaan
ini harus diubah. Sekarang ini telah lahir paradigma baru mengenai keberhasilan
seorang dalam kehidupan masyarakat yang nyta. Berbagai penelitian menunjukkan
bahwa IQ-perolehan aspek kognitif (yang dicerminkan dengan perolehan NEM) tidak
lagi merupakan para meter yang signifikan bagi keberhasilan seseorang.
Sebaliknya, ada faktor lain yang lebih signifikan sebagai indikator
keberhasilan, yaitu : aspek efektif-emotional intelligence (EQ). Dengan
demikian, kemampuan menahan diri mengendalikan emosi, memahami emosi orang
lain, memiliki ketahanan menghadapi kegagalan, bersikap sabar, memiliki
kesadaran diri, bermotivasi tinggi, bersikap kreatif, memili empati, bersifat
toleransi, dan sebagainya merupakan karakteristik atau yang jauh lebih penting
untuk dimiliki siswa daripadasekedar pencapaian NEM itu sendiri.
Jika demikian halnya, dalam
paradigma baru itu runtuh secara implisit kita perlu mengelola sekolah secara
efektif di era otonomi pendidikan ini. Rumusan sekolah yang efektif dapat kita
ikuti dari kosepnya mortimore (1991), yaitu : “one in which students progress
further than might be expected from a consideration of intake” jadi nampak dari
rumusan ini bahwa tugas penting sekolah bukanya pencapaian NEM, akan tetapi
menjaga agar semua siswa dapat berkembang sejauh mungkin jika dibandingkan
dengan kondisi awal ketika mereka baru memasuki sekolah yang bersangkutan. Pada
sekolah yang efektif, semua siswa dijamin dapat berkembang. Sebaliknya, pada
sekolah yang tidak efektif hanya siswa yang memiliki kemempuan tinggi dalam
belajar ( fast learners ) yang dapat berkembang.
Dalam Utomo, di dalam sekolah yang
efektif terdapat proses belajara yang efektif, yang ciri-cirinya menurut
Mortimore adalah sebagai berikut :
(1) Aktif bukan pasif; (2) Tidak kasat mata; (3)
Rumit, bukannya sederhana; (4) dipengaruhi oleh adanya perbedaan individual
diantara para peserta didik; (5)
dipengaruhi oleh berbagai konteks. Selanjutnya ada beberapa ciri penting bagi
sekolah yang efektif ( Sackney, 1986), yaitu : (1) adanya visi dan misi yang
dipahami bersama oleh komunitas sekolah , yang dari sini dapat dirinci lagi menjadi
: (a) adanya sistem nilai dan keyakinan yang saling dimengerti oleh komunitas
sekolah : (b) adanya tujuan serkolah yang jelas : (c) adanya kepemimpinan
instruksional. (2) iklim belajar yang kondusif disekolah atau yang meliputi :
(a) adanya keterlibatan dan tanggung jawab siswa : (b) lingkungan fisik yang
mendukung: (c) perilaku siswa yang positif : (d) adanya dukungan keluarga dan
masyarakat terhadap sekolah. (3) ada penekanan pada proses belajar, yang
terdiri dari : (a) memusatkan diri pada kurikulum dan istruksional : (b) ada
pengembangan kolegialitas para guru : (c) adanya harapan yang tinggi dari
komunitas sekolah : dan (d) adanya pemantauan yang berulang-ulang terhadap
kemajuan siswa.
Era otonomi pendidikan baru saja
kita masuki. Inilah saat yang menentukan bagi para ahli, praktisi, dan juga
pengamat pendidikan untuk secara bersama memperdayakan pendidikan nasional,
meskipun secara politis pendidikan nasional kita saat ini kurang, dan bahkan
juga layak untuk dikatakan tidak mendapatkan perhatian yang serius. Oleh
politik di republik ini, marilah kita juga memanfaatkan sisa energi yang ada
pada diri kita untuk merenungkan, dan juga memikirkan bagaimana nasib para
generasi penerus bangsa ini melalui sentuhan pendidikan di sekolah-sekolah yang
mampu menawarkan transfer of learning, tranfer of training, dan transfer of
principles secara efektif. Jika demikian hayalan, konsekuensinya kita memang
perlu membangun budaya sekolah yang efektif.
F. Rangkuman
Berdasarkan
uraian panjang diatas, maka penulis menyimpulkan bahwa :
1. Efektifitas
sekolah “ adalah kemampuan sekolah sebagai institusi pengelola pelayanan
pendidikan dalam mengoptimalkan fungsi seluruh sumber daya sekolah yang ada
secara efektif untuk mencapai tujuan dan efisien terhadap penggunaan sumber daya
tersebut.
2. Sekolah
efektif adalah sekolah yang memiliki standar pengelolaan yang baik, transfer
responsibel dan akuntabel, serta mampu memberdayakan setiap komponen penting
sekolah, baik secara internal maupun eksternal, dalam rangka pencapaian
visi-misi, tujuan sekolah secara efektif dan efisien.
3. Konsep
perbaikan input, proses dan output yang berkualitas adalah TQM. TQM diartikan
adalah sebagai manajemen kualitas secara total dimana merupakan pendekatan yang
sistematis, praktis, dan strategi bagi penyelenggaraan pendidikan yang
mengutamakan kepuasan pelanggan yang bertujuan meningkatkan mutu.
4. Efektifitas
dan perbaikan sekolah bukan semata-mata perseolan sekolah, orang tua dan
peserta didik semata, melainkan persoalan nasional. Oleh karena itu
mengembangkan sekolah yang efektif tidak pernah terpisahkan dari peran
pemerintah pusat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar